
Terima kasih kepada Andya Primanda dan Andita Primanti, pasangan kakak-adik favorit saya.
Kepada keluarga tercinta saya –Mama yang memperkenalkan Hercule Poirot dan STOP; Papa yang tidak pernah bosan menanyakan perkembangan buku ini; si Gendut, suami saya yang rela bermadu Johan dan Bram; Sasha, kucing saya.
Kepada komunitas penulis Kemudian –Oktiva Pajarini dan Rizki, pendirinya; Adrian Achyar, Ayu Prameswary, Winna Efendi, Anne, Mirna Adzania, dan Sefryana Khairil yang selalu menyemangati dan memberi banyak masukan; Bayu ‘Agusta’ Lukman, Meier ‘Johan’, dan Purbasari ‘Bluer’ Daruningsih yang bersedia meminjamkan nama mereka.
Kepada komite sastra DKJ periode 2006-2009 –Zen Hae, Ayu Utami, dan Nukila Amal– yang memberi saya jatah satu kursi dalam Bengkel Penulisan Novel DKJ 2008. Kepada Yusi Avianto Pareanom dan AS Laksana, atas dua belas Sabtu sore penuh kebohongan di MP Books Point. Kepada Regina Kalosa, Wa Ode Wulan Ratna, Aldi Aditya, dan Aryo Wasisto, para montir.
Kepada Maghrizal Roychan, Siska ‘Blonde’ Damayanti, dan Edfina dari FK Unair yang memilihkan Chronic Myelogenous Leukimia untuk Johan.
Kepada Zahrotun Nidha yang membantu saya menyelinap ke Kompleks Ambon dan keluar dari tempat itu hidup-hidup.
Kepada Kinu Triatmojo yang memperkenalkan Black Dahlia dan rela menemani saya berpanas-panasan di Rawasari.
Kepada Edo Wallad yang memperdengarkan musik-musik milik Nouvelle Vague.
Kepada Tita Tartiana yang memiliki rumah idaman di Pakubuwono.
Kepada Anjar Titisari, yang manis dan baik hati, atas obrolan tentang Benjamin pada satu malam lewat jendela maya Yahoo! Messengger.
Kepada Perpumda DKI Jakarta yang tidak pernah berhenti membuat saya takjub akan betapa lengkapnya koleksi buku mereka –forensik, kepolisian, kriminologi, narkotika.
Dan, tentu saja, terima kasih kepada Grasindo yang memberikan saya kesempatan untuk menerbitkan buku ini, terutama Mira Rainayati.
Kepada keluarga tercinta saya –Mama yang memperkenalkan Hercule Poirot dan STOP; Papa yang tidak pernah bosan menanyakan perkembangan buku ini; si Gendut, suami saya yang rela bermadu Johan dan Bram; Sasha, kucing saya.
Kepada komunitas penulis Kemudian –Oktiva Pajarini dan Rizki, pendirinya; Adrian Achyar, Ayu Prameswary, Winna Efendi, Anne, Mirna Adzania, dan Sefryana Khairil yang selalu menyemangati dan memberi banyak masukan; Bayu ‘Agusta’ Lukman, Meier ‘Johan’, dan Purbasari ‘Bluer’ Daruningsih yang bersedia meminjamkan nama mereka.
Kepada komite sastra DKJ periode 2006-2009 –Zen Hae, Ayu Utami, dan Nukila Amal– yang memberi saya jatah satu kursi dalam Bengkel Penulisan Novel DKJ 2008. Kepada Yusi Avianto Pareanom dan AS Laksana, atas dua belas Sabtu sore penuh kebohongan di MP Books Point. Kepada Regina Kalosa, Wa Ode Wulan Ratna, Aldi Aditya, dan Aryo Wasisto, para montir.
Kepada Maghrizal Roychan, Siska ‘Blonde’ Damayanti, dan Edfina dari FK Unair yang memilihkan Chronic Myelogenous Leukimia untuk Johan.
Kepada Zahrotun Nidha yang membantu saya menyelinap ke Kompleks Ambon dan keluar dari tempat itu hidup-hidup.
Kepada Kinu Triatmojo yang memperkenalkan Black Dahlia dan rela menemani saya berpanas-panasan di Rawasari.
Kepada Edo Wallad yang memperdengarkan musik-musik milik Nouvelle Vague.
Kepada Tita Tartiana yang memiliki rumah idaman di Pakubuwono.
Kepada Anjar Titisari, yang manis dan baik hati, atas obrolan tentang Benjamin pada satu malam lewat jendela maya Yahoo! Messengger.
Kepada Perpumda DKI Jakarta yang tidak pernah berhenti membuat saya takjub akan betapa lengkapnya koleksi buku mereka –forensik, kepolisian, kriminologi, narkotika.
Dan, tentu saja, terima kasih kepada Grasindo yang memberikan saya kesempatan untuk menerbitkan buku ini, terutama Mira Rainayati.